
Sebut saja
namanya Paijo. Ia seorang peternak arwana di Sleman Yogyakarta. Ia memiliki
kolam yang berisi indukan Super Red dan Silver.
Saya bertemu
dengannya berawal dari keinginan saya berburu ikan cantik tersebut untuk
menjadi koleksi di rumah saya. Mengejutkan, karena saya tidak menduga ternyata
ada peternak arwana di Yogyakarta kala itu.
Pak Paijo
usianya sekitar 40 tahunan awal. Penampilannya sederhana. Ia menceritakan jika
ada banyak pedagang perantara yang siap membeli anakannya.
Lalu saya
bercerita tentang bagaimana mahalnya arwana jika dipelihara hingga berukuran
besar. Ia mengangguk setuju, namun ia mengeluhkan, “Tapi saya sulit untuk menjual
per satuan. Karena saya harus membayar perawatannya. Lalu bagaimana jika tidak
laku?. Sedangkan jika saya jual dalam bentuk anakan prosesnya lebih cepat”.
Ternyata
begitulah kebiasaan banyak peternak dalam menjual arwananya. Hanya saja margin
keuntungan terbesar dinikmati oleh pedagang. Sehingga saya terpaksa harus
melihat bagaimana seorang pengumpul memarkirkan mobil camry mewahnya di depan
rumah Paijo, sedangkan si peternak hanya memiliki sebuah sepeda tua.
Namun Paijo
tidak bisa hidup tanpa si pedagang. Karena ia buta soal marketing. Sedangkan si
pedagang hanya bermodalkan sebuah website ia bisa terhubung dengan seorang
pembeli di Singapura.
Dan ini
merupakan masalah tidak hanya dihadapi peternak arwana seperti Paijo namun
menjadi masalah bagi sebagian besar peternak, petani di Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar